Pemangku Kepentingan Industri Tembakau Minta Pemisahan Regulasi dari RPP Kesehatan
Berbagai pemangku kepentingan di industri tembakau, yang meliputi Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), serta Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), telah menyepakati permintaan kepada pemerintah untuk memisahkan regulasi produk tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Permintaan ini diajukan sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan antara regulasi industri tembakau dan kebijakan kesehatan yang diberlakukan pemerintah.
Permintaan ini menjadi relevan setelah disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur berbagai aspek kesehatan masyarakat, termasuk regulasi terkait tembakau. Meskipun demikian, pemangku kepentingan di industri tembakau menyatakan bahwa mengatur industri tembakau di bawah payung regulasi kesehatan dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam kebijakan, yang pada akhirnya dapat merugikan industri dan mengganggu stabilitas ekonomi.
GAPPRI, APRINDO, dan FSP RTMM-SPSI menekankan pentingnya memperlakukan industri tembakau sebagai entitas yang mandiri, dengan regulasi yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan industri tersebut. Mereka juga menyoroti kontribusi industri tembakau terhadap perekonomian nasional, termasuk dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Dalam konteks ini, mereka mengajukan agar regulasi produk tembakau dipisahkan dari regulasi kesehatan dan diatur melalui peraturan yang khusus dan terpisah. Hal ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi pelaku industri tembakau, serta memungkinkan mereka untuk berkembang secara berkelanjutan.
Namun, permintaan tersebut juga menimbulkan kontroversi dan perdebatan, terutama dari pihak yang peduli akan dampak kesehatan masyarakat akibat konsumsi tembakau. Mereka mengkhawatirkan bahwa memisahkan regulasi produk tembakau dari regulasi kesehatan dapat melemahkan upaya pencegahan dan pengendalian terhadap dampak buruk rokok terhadap kesehatan.
Dalam menghadapi perdebatan ini, pemerintah diharapkan untuk mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan kepentingan yang terlibat, serta menemukan solusi yang seimbang untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan kesehatan masyarakat.
Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, menegaskan bahwa saat ini Industri Hasil Tembakau (IHT) legal terus mengalami keterpurukan akibat berbagai dorongan regulasi yang dianggap eksesif. Dorongan-dorongan tersebut, menurutnya, terutama berasal dari upaya untuk mengatur industri tembakau di bawah payung regulasi kesehatan, seperti yang tercakup dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Najoan menyoroti bahwa pihaknya meminta agar aturan terkait tembakau dipisahkan dari RPP Kesehatan sebagai langkah untuk melindungi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) legal. Menurutnya, inklusi tembakau dalam regulasi kesehatan dapat menimbulkan beban regulasi yang berlebihan bagi industri tembakau, yang pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan dan berdampak negatif pada stabilitas ekonomi nasional.
Dengan memisahkan regulasi produk tembakau dari regulasi kesehatan, GAPPRI berharap agar industri tembakau dapat diatur dengan cara yang lebih proporsional dan sesuai dengan karakteristik serta kebutuhan industri tersebut. Hal ini dianggap sebagai langkah penting untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada pelaku industri tembakau, serta mendukung pertumbuhan industri secara berkelanjutan.
Najoan juga menekankan bahwa GAPPRI mengakui pentingnya upaya pencegahan dan pengendalian dampak buruk rokok terhadap kesehatan masyarakat. Namun demikian, mereka percaya bahwa pendekatan yang tepat adalah dengan mengatur produk tembakau melalui peraturan yang khusus dan terpisah, yang memungkinkan untuk mencapai keseimbangan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan keberlangsungan industri tembakau secara bersamaan.