Dewan Pendidikan: 360 Siswa Di 70 Sekolah Buleleng Tak Lancar Baca

Sedang Trending 4 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk --

Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, Bali, I Made Sedana menyebut sekitar 360 siswa SMP di Kabupaten Buleleng belum lancar membaca. Ratusan siswa tersebut merupakan pelajar dari 70 sekolah swasta dan negeri.

"Ini tetap fluktuatif, waktu awal kita kisaran 400 siswa (yang belum lancar baca). Tadi setelah diskrining, lantaran sedang berproses juga, beberapa sudah mulai keluar dari area itu, sehingga ada 360 siswa. Itu ada di 70 SMP negeri dan swasta, 70 sekolah dan tersebar, itu ada 1 sekolah ada 8 (siswa nan belum lancar baca) justru ada 1 sekolah nyaris 20 siswa nan belum lancar baca," kata Sedana, saat dikonfirmasi, Selasa (15/4).

Menurutnya, info itu belum termasuk info sekolah-sekolah nan berada di bawah naungan Kementerian Agama. Ia mengaku telah berkomunikasi dengan Departemen Agama (Depag) di Buleleng, untuk mendata para siswa SMP nan belum lancar membaca dan tak menutup kemungkinan jumlah tersebut dapat bertambah.

"Bisa jadi (lebih banyak). Tapi jika kami menunggu data-nya dulu kami belum bisa menyampaikan secara detail, lantaran memang proses untuk pendataan. Dan info itu by name by address," jelasnya.

Sedana memperkirakan persoalan siswa SMP belum lancar membaca tidak hanya terjadi di Kabupaten Buleleng, tetapi di kabupaten lainnya nan ada di Pulau Bali.

"Terus terang saja ini masalahnya tidak hanya di Buleleng, hanya Buleleng nan baru mencoba mendata itu dan persoalannya ada di semua kabupaten di seluruh Indonesia. Kita mulai mencoba mengungkap, tujuannya apa, agar masyarakat ataupun publik tau secara bersama-sama menyadari bahwa masalah ini adalah masalah kita berbareng itu. Dan jangan saling menyalahkan itu sebenarnya," ujarnya.

"Saya percaya itu ada (di kabupaten lainnya di Bali), lantaran ini persoalan (pengaruh) media sosial kemudian faktor-faktor nan saya sampaikan tadi. Kayaknya ada di kabupaten lain untuk memastikan itu silahkan masing-masing kabupaten Disdikpora, dengan majelis pendidikannya untuk mendata kembali persoalan itu, apakah ada alias tidak. Tapi saya percaya dari seribuan anak pasti ada persoalan," ujarnya.

Ia berambisi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali lewat Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) kabupaten dan Kota di Bali mendata para siswa SMP di Bali nan belum lancar membaca dan menulis sehingga bisa menyelesaikan persoalan tersebut.

"Memang nan pertama kita kudu info dulu. Jadi dari info itu setiap kabupaten di Bali gimana kondisinya anak-anak nan tidak bisa baca, alias membaca tidak lancar alias bisa membaca tapi tidak bisa menulis, gimana data-nya setiap kabupaten.Dan kelak dari info itu, silahkan apa kebijakan nan berbasis info sehingga menyentuh persoalan ini," ujarnya.

Sedana mengungkap sejumlah aspek nan menyebabkan ratusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng, belum bisa membaca dengan lancar. Di antaranya, aspek motivasi belajar nan rendah, kemudian peran orang tua nan tidak memperhatikan anaknya untuk belajar, dan aspek disleksia gangguan pada neuron anak.

"Pertama, lantaran memang motivasi belajar anak itu rendah, itu di nomor 50 persen. Kemudian peran orang tua ada di nomor nyaris 20 persen, nan lain itu ada lantaran aspek disleksia jadi ada gangguan pada neuron mereka, di keahlian mereka untuk mencerna pelajaran jadi ada di otak itu," katanya.

"Kemudian ada juga lantaran aspek lain-lain itu sekitar 55 persen. Mungkin di sana lantaran ada aspek gurunya, aspek lingkungan sekolah dan sebagainya. Jadi banyak aspek nan menyebabkan (tidak lancar membaca)," imbuhnya.

Menurut info nan didapatkan, selain aspek motivasi belajar para siswa nan rendah, saat ini anak-anak alias para siswa saat ini lebih senang bermain game nan justru tidak mengedukasi.

Faktor anak-anak nan suka main handphone dan kecanduan media sosial dan itu sangat berpengaruh kepada tingkat pembelajaran siswa dan apalagi ada siswa nan tidak bisa menulis di kitab pelajaran.

"Motivasi belajarnya sudah rendah, rasa mau tahunya alias mau belajar rendah sekali, itu penyebabnya. Jadi aspek disleksia itu hanya 10 sampai 15 persen saja nan dominan lantaran motivasi mereka, nan kedua itu mungkin lantaran orang tua dan lingkungan dan nan lainnya itu mungkin kurikulum juga masuk ada di dalamnya aspek media sosial dan lain sebagainya," ungkapnya.

"Karena ada anak-anak nan lancar baca, tapi disuruh nulis dia tidak bisa. Waktu ketika saya sodorkan handphone untuk mengetik lancar sekali itu, berfaedah ada budaya menulis nan lenyap di kalangan anak muda," jelasnya.

Kendati demikian, Ia mengaku belum mendapat info mengenai siswa nan bisa membaca namun tak bisa menulis lantaran terbiasa menggunakan gawai untuk menulis secara digital dan tidak biasa menulis dengan menggunakan pena.

"Kalau itu data-nya belum saya cek. Tapi ada indikasi, banyak anak nan bisa membaca tapi enggak bisa menulis. Jadi budaya menulisnya hilang, lantaran pakai gadget dan laptop itu. Sedikit-sedikit dia nge-print, sehingga gimana kelak merangsang kembali tradisi menghitung, membaca dan menulis kayak dulu. Karena bagi kami, jika dia menulis pasti bisa membaca dan pikirannya alias otaknya itu berproses," ujarnya.

(kdf/isn)

[Gambas:Video CNN]