Terungkap, Ini Orang Dekat Prabowo Pencetus Ide Pembentukan Danantara

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk - Presiden RI Prabowo Subianto resmi menandatangani dan meresmikan Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada hari ini Senin, 24 Februari 2025 di Halaman Tengah Istana Kepresidenan, Jakarta.

Danantara diproyeksikan mempunyai pendanaan awal mencapai US$ 20 miliar alias sekitar Rp326 triliun. Nantinya, badan tersebut bakal menginvestasikan sumber daya alam dan aset negara ke dalam proyek-proyek berkepanjangan dan berakibat tinggi di beragam sektor, seperti daya terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, produksi pangan, dan sebagainya. 

Peresmian Danantara menjadi momen berhistoris karena menjadi Badan Pengelola Investasi pertama di Indonesia setelah 80 tahun merdeka. Danantara juga diklaim sebagai salah satu biaya kekayaan negara (sovereign wealth fund/SWF) terbesar di bumi dengan aset lebih dari US$ 900 miliar.

Meski begitu, buahpikiran awal Danantara bukan dicetuskan oleh Presiden Prabowo Subianto atau para menteri terkait, tetapi oleh orang dekat presiden, ialah ahli ekonomi Sumitro Djojohadikusumo, nan kebetulan ayah Prabowo Subianto. 

Sumitro mencetuskan pendapat badan unik pengelola investasi pada 1996. Dalam pewartaan Suara Karya (17 Desember 1996), Sumitro menyebut pemerintah kudu segera membentuk sebuah lembaga unik nan berfaedah menampung dan memanfaatkan biaya hasil penyisihan untung BUMN. Ini bermaksud agar tak terjadi swastanisasi BUMN nan bakal membikin kalangan konglomerat makin kuat mengendalikan ekonomi Indonesia. 

Nantinya, biaya nan dikumpulkan lembaga tersebut bakal menjadi investasi bagi pembinaan aktivitas koperasi dan upaya kecil. 

"Di samping berkedudukan sebagai investment trust, lembaga itu juga dimungkinkan berkedudukan sebagai biaya agunan nan di kala dianggap dapat turut serta dalam pembelian saham-saham perusahaan swasta maupun BUMN," ungkap ahli ekonomi pendiri Fakultas Ekonomi itu, dikutip dari Suara Karya (17 Desember 1996).

Namun, sebagai pengumpul untung BUMN, badan tersebut kudu dikelola secara berdikari dan tetap ikut patokan lembaga finansial dan moneter pemerintah. Sumitro juga menyebut, badan tersebut kudu diawasi oleh suatu majelis nan terdiri dari unsur finansial biaya moneter, koperasi dan produksi. 

Sebagai ekonom, saran Sumitro membentuk lembaga pengumpul untung BUMN untuk investasi didasari oleh proyeksi ekonominya untuk tahun 1997. Saat itu, dia memandang ekonomi tahun 1997 diprediksi bakal lebih baik. Pertumbuhan ekonomi 7,5-8% dan inflasi diprediksi dibawah 7%. Namun, pada sisi lain, cerahnya ekonomi berakibat pada ketimpangan di masyarakat.

Atas dasar ini, dia menyarankan pembentukan lembaga tersebut untuk mendukung investasi kepada saham-saham saham, koperasi dan upaya kecil. Tujuannya agar ketimpangan bisa hilang. 

"Kita ketinggalan sekitar 17 tahun dibandingkan Malaysia nan telah membentuk Sharikat Permodalan Nasional Berhad guna memperkuat golongan bumiputera dalam aktivitas perekonomian," kata Sumitro.

Meski begitu, Sumitro juga menyadari saran dan gagasannya masih sebatas teori. Untuk praktiknya dia menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada pemerintah.

Pada sisi lain, pendapat tersebut langsung direaksi beragam oleh beberapa ahli. Ekonom dan eks-Menteri Keuangan, J.B Sumarlin (1988-1993) menyebut, pendapat Sumitro belum punya urgensi besar di Indonesia. Sedangkan, Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Subiakto Tjakrawedaya, mengaku senang atas pendapat badan biaya investasi. Dia sebagai pejabat pemerintah menyebut bakal langsung mempelajari buahpikiran tersebut. 

Namun, seiring waktu, buahpikiran tersebut tak kunjung direalisasikan oleh Presiden Soeharto. Terlebih, proyeksi ekonomi Sumitro atas tahun 1997 juga salah. Sebab Indonesia dilanda krisis nan merusak sendi-sendi perekonomian.

Sampai akhirnya, buahpikiran pembentukan lembaga biaya investasi ala Sumitro Djojohadikusumo baru direalisasikan 29 tahun kemudian oleh anak ketiganya nan sudah jadi orang nomor satu di Indonesia, ialah Prabowo Subianto Djojohadikusumo, lewat lembaga Danantara.

Hanya saja, Danantara tak memfokuskan investasi pada aktivitas koperasi dan upaya mini semata, tetapi juga proyek-proyek berkepanjangan dan berakibat tinggi di beragam sektor, seperti daya terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, produksi pangan, dan sebagainya. 


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Jurus Jitu "Poles" Daya Tarik Emiten di BEI Bagi Investor Asing

Next Article Superholding BUMN Bakal Mirip Temasek, Ini Profilnya