ARTICLE AD BOX
Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk --
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dan tiga anak buahnya dilaporkan ke Propam Polri buntut dugaan penggelapan peralatan bukti.
Aduan terhadap Djuhandhani teregister dengan nomor SPSP2/000646/II/2025/Bagyanduan tanggal 10 Februari 2025. Aduan itu dilayangkan Poltak Silitonga selaku kuasa norma dari Brata Ruswanda.
Poltak mengatakan laporan tersebut dilayangkan pihaknya lantaran Djuhandhani menyembunyikan dan menahan surat-surat berbobot milik kliennya tanpa dasar norma nan jelas selama tujuh tahun.
"Klien kami meminta surat itu agar dikembalikan lantaran sudah tidak percaya lagi terhadap penyidik. Surat original milik pengguna kami ditahan tanpa dasar norma nan jelas dan laporannya menggantung," jelasnya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Senin (24/2).
Di sisi lain, Poltak membantah pernyataan Djuhandhani nan menyebut surat tanah milik kliennya palsu. Ia menilai Djuhandhani telah menyebarkan hoaks lantaran belum ada proses pengadilan nan menyatakan surat tanah kliennya palsu.
"Seharusnya seorang jenderal kudu hati-hati berbicara. Kalau menyatakan tiruan berfaedah semestinya pengadilan nan mengatakan itu dia nan berhak," tuturnya.
[Gambas:Video CNN]
Poltak menjelaskan kasus pengambilan surat tanah miliki kliennya bermulai ketika kliennya melaporkan mantan Bupati Kotawaringin Barat Nurhidayah mengenai dugaan menguasai 10 hektare lahan menggunakan serifikat palsu.
Pelaporan terhadap mantan kepala wilayah itu dilayangkan tahun 2018 dengan nomor LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.
Dalam proses itu, kata dia, interogator kemudian meminta surat tanah kliennya nan merupakan anak pertama Brata Ruswanda dengan dalih untuk mempercepat proses pengusutan kasus.
Padahal seharusnya, kata Poltak, surat tanah original itu tidak perlu diberikan kepada interogator namun cukup hanya ditunjukkan. Akan tetapi, dia menyebut kliennya saat itu terperdaya lantaran belum didampingi pengacara.
"Akhirnya perkara itu tidak tuntas hingga tahun 2024. Surat berharganya juga tak dikembalikan hingga saat ini," tuturnya.
Bantahan Dirtipidum Bareskrim Polri
Sementara itu, Djuhandhani membantah tuduhan penggelapan peralatan bukti seperti nan dituduhkan oleh pelapor tersebut. Ia menegaskan penyitaan peralatan bukti dilakukan sesuai patokan nan ada.
Djuhandhani menjelaskan mulanya pelapor memberikan perangkat bukti berupa sertifikat. Akan tetapi, kata dia, dari hasil uji laboratorium forensik ditemukan bahwa peralatan bukti itu palsu.
Ia mengatakan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka peralatan bukti itu bakal dikembalikan dengan catatan. Sebab, surat arsip nan diuji di laboratorium forensik non-identik.
"Kami tetap menjaga jangan sampai surat ini digunakan untuk perbuatan lain. Bukan digelapkan," jelasnya.
Lebih lanjut, Djuhandhani memandang pelaporan ke Divisi Propam Polri itu bagian dari koreksi dan pertimbangan terhadap dirinya ataupun jajaran. Ia memastikan interogator ahli dalam melaksanakan proses investigasi suatu perkara.
"Masih proses pengawasan pengendalian ketua untuk langkah kita lebih lanjut. Jadi bukan digelapkan, iba interogator sudah kerja bagus dilaporkan penggelapan," pungkasnya.
(chri/tfq)