ARTICLE AD BOX
Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk --
Pemerhati pemilu dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, mengusulkan pembentukan omnibus law RUU Politik yang diwacanakan DPR perlu mengatur syarat seseorang bisa maju sebagai calon legislatif hingga jadi calon presiden dan wakil presiden.
Usulan itu disampaikan Titi dalam dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi II DPR di Jakarta, Rabu (26/2). Rapat turut dihadiri mahir lain dari BRIN dan Perkumpulan Masyarakat untuk Demokrasi (Perludem).
Titi mengatakan sebaiknya para caleg kudu menjadi kader partai minimal tiga tahun untuk tingkat DPR RI dan dua tahun untuk DPRD. Selain itu, dia juga meminta agar patokan minimal keterwakilan wanita 30 persen dalam pencalonan legislatif dipertahankan.
"Syarat caleg DPR adalah kader partai minimal tiga tahun sebelum pendaftaran calon dan caleg DPRD adalah kader partai minimal dua tahun sebelum pendaftaran calon," kata Titi.
Sementara itu, lanjut dia, hanya kader nan bisa diusung partai politik di pilpres. Mereka nan bukan kader partai bisa maju lewat jalur independen.
"Pencalonan oleh partai hanya untuk kader alias personil partai. Calon nonpartai hanya bisa maju melalui jalur independen alias perseorangan," tuturnya.
Kemudian, Titi mengusulkan periode pemisah maksimal dalam pencalonan kepala wilayah dan presiden.
Menurut Titi, periode pemisah maksimal diperlukan untuk mencegah kekuasaan partai tertentu dalam pemilu dan mencegah calon tunggal. Titi mengusulkan pemisah maksimal sekitar 40-50 persen.
"Juga usulan periode pemisah maksimal campuran parpol dalam pencalonan presiden dan kepala wilayah ialah koalisi pencalonan maksimal 40 alias 50 persen untuk mencegah kekuasaan kekuatan politik tertentu dan juga terjadinya calon tunggal," katanya.
Berikutnya, Titi mengusulkan agar ada moratorium support sosial (bansos) selama masa kampanye dan masa tenang pilkada. Dia mencatat politisasi bansos meningkat selama Pilkada Serentak 2024 dibanding pilkada sebelumnya.
Dia juga mengusulkan Sentra Gakkumdu dihapus. Menurut Titi, penyelesaian kejuaraan kecurangan pemilu mestinya bisa lebih sederhana.
Titi mengusulkan agar Bawaslu mempunyai kewenangan untuk menyerahkan dugaan kecurangan pemilu langsung ke pengadilan. Dia menilai selama ini keberadaan Sentra Gakkumdu justru menyebabkan proses penyelesaian bertele-tele dan terjadi saling lempar antara Bawaslu dan kepolisian.
"Jadi jika mau ada polisi, ada jaksa di Bawaslu, maka langsung saja ketika sudah dinyatakan memenuhi syarat, memenuhi unsur tindak pidana, langsung teruskan ke PN," katanya.
DPR saat ini tengah membahas perubahan alias revisi sejumlah undang-undang mengenai pemilu dan partai politik. Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima mencatat hingga saat ini sedikitnya ada lima undang-undang nan bakal dikodifikasi menjadi satu.
"Yang jelas kelihatannya gimana RUU Partai Politik, RUU Pilpres, Pileg, DPD dan Pilkada ini kudu kita buat apakah mana nan bisa satu alias dua kodifikasi," kata Aria.
(tsa/thr)
[Gambas:Video CNN]