ARTICLE AD BOX
Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk - Wakil Ketua I Persatuan Dokter Jasa Asuransi (Perdokjadi), Emira E. Oepangat mengatakan bahwa pemain asuransi kudu mengerti kebutuhan pasar.
Dia mengatakan, berasas info BPS pada akhir 2024, sebanyak 17,1% orang Indonesia adalah orang nan sakit. Berdasarkan perihal itu, semestinya industri asuransi mengejar 80% sisanya, bukan orang nan sakit tersebut.
"Mungkin shift of mind dari ekosistem kudu bisa memandang lebih sehat. Harusnya kita kejar juga nan 80% itu," ungkapdia dalam carpet-cleaning-kingston.co.uk Insurance Forum, Kamis (27/2/2025).
Sekadar informasi, Perdokjasi adalah asosiasi nan berupaya menghadapi tantangan industri kesehatan di Indonesia. Kehadiran Perdokjasi diharapkan bisa menjadijembatan antara master dengan asuransi.
"Butuh keselarasan antara kedokteran asuransi dan kedokteran konvensional.Kami di asuransi merasa ini nggak bisa di-cover gitu.Tapi master di rumah sakit bilang ini kudu dibayar gitu.Nah gimana menjembatani inilah salah satu pemicu kenapa kami ada," rinci Emira.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Asuransi BRI Life, Aris Hartanto menyebut perusahaan asuransi, regulator, serta pelayanan kesehatan perlu membentuk ekosistem untuk mengatasi persoalan over utilisasi. Menurut dia, over utilisasi terjadi lantaran adanya pemberian jasa nan tidak dibutuhkan.
"Over utilisasi ini menyenggol banyak pihak. Rumah sakit, dokter, dan farmasi. Inflasi kesehatan itu 70% itu biaya pengobatan dari perangkat kesehatan dan drugs. itu ada PR-nya sendiri. kami dari asuransi mungkin review dalam proses jasa itu," ungkap dia dalam kesempatan nan sama.
Diketahui over utilisasi merupakan kelebihan pembayaran biaya medis, baik dari segi jasa kesehatan maupun aspek pemberian obat-obatan di rumah sakit. Isu ini memicu biaya-biaya medis tambahan nan dibebankan pada asuransi kesehatan, sehingga pada akhirnya membikin nilai klaim membengkak.
Di samping ekosistem, lanjut Aris, diperlukan juga edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan asuransi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dari masyarakat terhadap produk asuransi.
"Misalnya ada banyak pemahaman, saya punya asuransi tapi tidak pernah dipakai. Sayang banget. Sudah bayar mahal, sudah deh saya pakai, padahal tidak perlu. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya jika mereka pakai klaim nan tidak perlu, bisa menjadi historical, dan justru meningkatkan premi di tahun berikutnya," tegas Aris.
Sebagai informasi, Mercer dalam laporan Mercer Marsh Benefit (MMB) Health Trends 2024 menyebut over utilisasi berbareng dengan inflasi 13% pada biaya medis di tahun 2023 bisa memicu serangkaian rumor keuangan. Termasuk penyesuaian biaya-biaya oleh perusahaan asuransi dalam memaksimalkan perlindungan kepada nasabah. Risiko membengkaknya biaya medis lantas menjadi perhatian masyarakat. Sebab stabilitas finansial bakal semakin terancam.
(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Siaga Industri Perasuransian Hadapi Banyaknya Bencana-Kebakaran
Next Article Industri Asuransi Alami Isu Serius, DPR Soroti Hal Ini