ARTICLE AD BOX
Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk --
Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mengusulkan pemilihan umum (Pemilu) tingkat nasional dipisah dengan Pemilu tingkat lokal.
Peneliti Puskapol UI, Delia Wildianti menilai Pemilu serentak 2019 dan 2024 tidak mencapai tujuan utamanya.
"Salah satu tujuan pemilu untuk meningkatkan literasi pemilih ini tidak mencapai tujuannya lantaran ada banyak pilihan pilihan terutama di level Pemilu legislatif di mana pemilih kudu memilih banyak sekali. Jadi partisipasi pemilihnya nan meningkat tapi literasi pemilihnya belum tentu," kata Delia dalam RDPU dengan Komisi II DPR soal perubahan UU Pemilu dan UU Pilkada, Rabu (5/3).
Dari beragam studi, kata dia, agenda nan serentak juga memberatkan bagi caleg lantaran mereka tidak hanya kudu kampanye untuk diri sendiri, tetap mengkampanyekan calon presiden.
"Studinya Pak Burhanuddin juga di tahun 2024 juga menemukan temuan nan menarik, bahwa Pemilu serentak itu justru meningkatkan vote buying alias pembelian bunyi alias money politics," ujarnya.
Atas dasar itu, Puskapol UI memberi rekomendasi agar DPR mempertimbangkan solusi pengganti kreasi keserentakan pemilu dengan merujuk pada putusan MK No 55/PUU-XVII/2019 nan memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal
"Jadi pemilu nasional itu terdiri dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, dan pemilu lokal itu berangkaian dengan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota," ujar Delia.
Ia mengatakan pemisahan itu juga untuk memperkuat sistem presidential di tingkat nasional dan daerah.
"Jadi jika kita berambisi Pemilu serentak itu bisa meningkatkan sistem presidensil bisa lebih efektif, tidak kompleks justru dengan pemisahan nasional dan lokal ini bisa mencapai tujuan nan diharapkan dari Pemilu serentak sebenarnya lantaran putusan MK nomor 55 ini juga memberikan banyak jenis ialah tetap konstitusional," katanya.
Buat sistem berjenjang seperti liga bola
Di tempat nan sama, founder Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Dian Permata mengusulkan penerapan sistem berjenjang dalam keikutsertaan partai politik dalam pemilu. Ia mengibaratkan penerapannya dengan sistem degradasi dan promosi dalam liga sepak bola.
"Saya mengusulkan ada pemberlakuan parlemen threshold di daerah, kayak main bola, kan ada liga-liganya, jadi semangatnya kita tidak membatasi orang kewenangan politiknya untuk bikin organisasi, tapi dia kudu berjuang dari bawah," kata Dian.
Ia menjelaskan dengan sistem itu, partai-partai baru kudu mulai dari kabupaten/kota jika mau ikut pemilu. Partai itu bisa naik ke provinsi hingga nasional jika melewati periode pemisah nan ditetapkan. Di sisi lain, partai nan tidak lolos di nasional, kudu turun ikut pemilu di provinsi.
"Jadi partai tidak langsung main ke nasional, dia main di liga bawah dulu, dapat bangku alias tidak, dia naik lagi ke provinsi, dia dapat bangku berapa baru naik ke nasional," katanya.
Ia mengatakan usul itu berkaca dari sejumlah kejadian nan terjadi di Indonesia. Di antaranya, partai baru nan belum teruji sudah ikut pemilu tingkat nasional.
Ada lagi kejadian partai nan tidak lolos dalam satu pemilu, berganti baju di pemilu berikutnya.
"Ketiga ada (partai) enggak lolos, pecah, bikin baru, orangnya sama lagi. Ini kan bicara soal kelembagaan partai politik, maka perlu disiasati gimana membikin parpol start dari bawah dulu," ujar dia.
(dal/yoa)
[Gambas:Video CNN]