Mui: Pemuka Agama Harus Ambil Peran Bangun Kesadaran Ekologis

Sedang Trending 9 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk --

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong seluruh pemuka kepercayaan di Indonesia dapat mengambil peran dalam membangun kesadaran ekologis di tengah-tengah masyarakat, mengingat krisis suasana telah menjadi ancaman nyata.

"Pelestarian lingkungan adalah ibadah. Merusak rimba berfaedah merusak kehidupan generasi mendatang," ujar Ketua MUI Bidang Kesehatan dan Lingkungan Sodikun di Jakarta, Sabtu (12/7).

Pernyataan Sodikun disampaikan dalam pembekalan pemuka kepercayaan nan diinisiasi Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia berbareng Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH SDA) MUI.

Dalam pembekalan kali ini mengambil tema 'Memadukan Sains dan Spiritualitas: Peran Pemuka Agama dalam Perlindungan Hutan dan Masyarakat Adat'. Program pembekalan ilmiah ini bakal dilakukan di tiap majelis agama. Setelah MUI, dijadwalkan pembekalan untuk Muhammadiyah, NU, PGI, KWI, PHDI, Permabudhi, dan Matakin.

Dalam obrolan di MUI, Sodikun menekankan persoalan lingkungan adalah rumor universal nan menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Menjaga kelestarian alam sejalan dengan aliran kepercayaan nan melarang kerusakan di bumi.

"Kita mau memperkuat kapabilitas pemuka kepercayaan agar bisa menjadi katalis perubahan di tingkat akar rumput. Sinergi antara pengetahuan pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan bakal menghasilkan solusi nan lebih holistik," kata dia.

Fasilitator Nasional IRI Indonesia Hayu Prabowo menyampaikan tantangan kerusakan rimba tropis serta krisis suasana kudu dihadapi dengan pendekatan multidimensi.

"Sains memberi kita peta jalan, data, dan teknologi. Tapi untuk betul-betul menggerakkan perubahan perilaku, kita memerlukan bunyi moral nan kuat. Di sinilah peran pemuka kepercayaan dan majelis keagamaan menjadi sangat penting," ucapnya.

Menurutnya, degradasi lingkungan telah menyebabkan peningkatan musibah hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, longsor, dan badai. Lebih dari 95 persen musibah di Indonesia mengenai langsung dengan krisis suasana nan diperparah oleh deforestasi dan degradasi hutan.

"Gerakan lintas kepercayaan ini dilakukan untuk mengembangkan konservasi berbasis kearifan lokal, memperkuat kapabilitas kajian kebijakan untuk menyusun policy brief berbasis sains dan etika kepercayaan untuk kehidupan berkelanjutan," katanya.

Sementara itu Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bagian Politik dan Hukum Erasmus Cahyadi menyoroti masyarakat budaya di Indonesia tetap terjebak dalam diskriminasi, perampasan wilayah, dan pelemahan norma budaya akibat kebijakan sektoral nan tumpang tindih serta minimnya perlindungan hukum.

Menurutnya, investasi nan masuk ke wilayah budaya sering mengabaikan persetujuan masyarakat, merusak ruang hidup, memicu kriminalisasi, kerusakan lingkungan, dan hilangnya identitas budaya.

Erasmus menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat menjadi solusi krusial untuk menegaskan hak-hak masyarakat budaya sebagai kewenangan asasi manusia.

UU ini bakal memperkuat kelembagaan, menyederhanakan sistem pengakuan, serta mengatur kewenangan atas tanah, lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan tradisional.

"UU Masyarakat Adat kudu menjadi injakan keadilan dan pengakuan sejati bagi organisasi budaya di seluruh Indonesia," katanya.

(antara/kid)

[Gambas:Video CNN]