ARTICLE AD BOX
Banda Aceh, carpet-cleaning-kingston.co.uk --
Sejak 2002 Pemerintah Aceh sudah menjalankan penyelenggaraan syariat islam secara legal lewat UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Aceh dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Regulasi tersebut dianggap sudah cukup dijadikan dasar untuk menjalankan hukum islam di Tanah Rencong secara menyeluruh.
Syariat Islam nan dilaksanakan di Aceh meliputi bagian Aqidah, Syar'iyah, dan Akhlak. Yaitu meliputi ibadah, ahwal al'syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha' (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam.
Ketentuan penyelenggaraan Syariat Islam di Aceh diatur dengan Qanun Aceh. Sejak awal diberlakukannya Syariat Islam di Aceh tahun 2002, Pemerintah Aceh telah mengesahkan beberapa qanun tentang penyelenggaraan Syariat Islam.
Di antaranya adalah Qanun Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam, Qanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam.
Lalu ada Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam, Qanun Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pembentukan Bank Syariah.
Namun nan mencolok dan dianggap paling kontroversi adalah Qanun Jinayah. Qanun ini mengatur hukuman terhadap pelanggar hukum islam nan hukumannya rata-rata diberikan ialah cambuk.
Tak heran jika eksekusi cemeti nan dilaksanakan menjadi perhatian, lantaran Aceh satu-satunya wilayah nan menerapkan balasan tersebut bagi pelanggar syariat.
Kepala Bidang Penegakan Syariat Islam Satpol PP dan Wilayatul Hisbah Banda Aceh, Roslina A Djalil mengatakan, meskipun sudah ada Qanun untuk menjerat pelanggar tidak serta-merta menghilangkan kasus pelanggaran hukum di Banda Aceh nan jadi barometer penegakan hukum di Aceh.
Pelanggar norma hukum Islam turun
Dari info pelanggar hukum islam di Banda Aceh sejak 2 tahun terakhir mengalami penurunan. Tahun 2024 hanya ada 115 pelanggar dan tahun sebelumnya mencapai 204 pelanggar.
Tahun lampau sebanyak 35 kasus nan dilimpahkan ke pengadilan dan berujung di norma cambuk. Sementara 80 kasus lainnya dilakukan pembinaan lantaran tidak cukup bukti untuk dilimpahkan ke pengadilan.
"Ada penurunan kasus pelanggaran di tahun 2024. Tahun 2024 115 kasus sedangkan tahun 2023 ada 204 kasus. Tapi norma cambuknya meningkat dari 25 tahun 2023 menjadi 34 norma cemeti di tahun 2024, lantaran tahun 2023 lebih banyak kita lakukan pembinaan," kata Roslina kepada CNNIndonesia.com, Jumat (28/2).
Operasi pengawasan penyelenggaraan syariah Islam di Aceh. (carpet-cleaning-kingston.co.uk/Dani Randi)
Kasus gambling hingga 'khalwat'
Kasus-kasus pelanggar hukum nan terbanyak di wilayah berjuluk Serambi Mekkah itu didominasi kasus maisir alias judi, khamar (minuman alkohol), ikhtilath (bercumbu) dan khalwat (berdua-duaan di tempat sunyi).
"Kasus pelanggaran Syariat pada tahun 2024 didominasi oleh kasus gambling online, dengan rincian 18 kasus maisir (judi online), 12 kasus khamar, 4 kasus ikhtilat dan 1 kasus pelecehan seksual. Kasus pelanggaran ini sudah selesai di proses pada tahun lalu," katanya.
Pihaknya juga bakal berupaya untuk menekan nomor pelanggaran dengan terus memberikan seruan kepada tempat upaya dan penginapan agar mengawal berbareng penerapan hukum Islam di Banda Aceh.
"Tempat-tempat usaha, kafe, penginapan, wisma jangan memberi ruang, kita gerakkan semua. penginapan tidak memberikan izin menginap pasangan bukan suami istri dan jangan memberi kan izin wanita di kafe sampai larut dengan nan bukan mahram" katanya.