ARTICLE AD BOX
Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk --
Ketua DPR, Puan Maharani menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu nasional dan lokal telah menyalahi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Puan menilai semua partai telah bermufakat bahwa pemilu mestinya digelar sekali dalam lima tahun. Dia pun memastikan semua fraksi pada saatnya bakal menyampaikan sikap tersebut.
"Semua partai politik mempunyai sikap nan sama, bahwa pemilu sesuai dengan undang-undangnya adalah dilakukan selama 5 tahun," kata Puan di kompleks parlemen, Selasa (15/7).
"Jadi, apa nan sudah dilakukan oleh MK menurut undang-undang itu menyalahi undang-undang dasar," imbuhnya.
Sementara, personil Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Komaruddin Watubun mengamini bahwa putusan MK soal pemisahan pemilu telah melangkahi kewenangan DPR. Sebab, putusan itu telah jauh masuk pada urusan agenda pemilu.
Menurut Komar, MK mestinya hanya mempunyai kewenangan untuk memutuskan apakah suatu undang-undang bertentangan dengan UUD alias tidak. Sehingga di luar itu, telah menjadi kewenangan pembentuk undang-undang ialah DPR dan pemerintah.
Ketua DPP PDIP itu juga mengatakan partainya mengundang sejumlah master tata negara hingga mantan Ketua MK, Mahfud MD untuk obrolan secara maraton telaah putusan MK.
Meski begitu, Komar mengatakan fraksinya belum ada keputusan mengenai putusan MK. Menurutnya, hingga saat ini belum ada petunjuk maupun tenggat dari ketua DPR untuk segera membahas perihal itu.
"Belum, belum. Pemilu juga tetap jauh," katanya.
Keputusan MK soal pemisahan pemilu tertuang lewat perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 nan diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Lewat putusan itu, MK meminta agar pemilu wilayah alias lokal digelar setelah pemilu nasional minimal 2 tahun alias maksimal 2,5 tahun. Pemilu nasional meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR, dan pemilihan DPD.
Sedangkan pemilihan lokal alias wilayah meliputi kepala wilayah gubernur dan bupati wali kota, serta DPRD. Namun, putusan itu dianggap dilematis karena, baik penerapan maupun pengabaiannya bertentangan dengan konstitusi.
Ketua DPR desak kasus diplomat Kemlu diusut
Lebih lanjut, Puan mendorong polisi untuk segera mengusut tuntas kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (ADP) di bilik kos, Menteng, Jakarta, Selasa (8/7).
Puan mengaku tetap menunggu proses penyelidikan dalam kasus tersebut. Namun, dia berambisi polisi segera menetapkan pelaku pembunuhan ADP.
"Terus mendorong untuk proses penyelidikan dan investigasi untuk ditindaklanjuti dan proses tersebut, kan butuh waktu tapi ditindak lanjuti sampai di tahap siapa nan memang jadi pelakunya," kata Puan.
Pemeriksaan sementara, polisi tidak menemukan tanda-tanda kekerasan pada jasad ADP. Selain itu, peralatan milik korban juga tidak ada nan hilang. Berdasarkan olah TKP, polisi menemukan sidik jari korban pada lakban nan menutup wajahnya. Namun, polisi belum menemukan indikasi pembunuhan.
Namun, kepastian mengenai penyebab kematian korban tetap menunggu hasil investigasi ilmiah lewat autopsi, termasuk hasil pemeriksaan histopatologi, toksikologi hingga patologi.
Kini, penyelidikan kasus tersebut ditangani Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengatakan konklusi mengenai penyebab kematian korban bakal rampung dalam satu pekan.
(thr/dal)
[Gambas:Video CNN]