Kejagung Minta Warga Tak Tinggalkan Pertamina Buntut Kasus Korupsi

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk --

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah meminta masyarakat tidak meninggalkan Pertamina buntut kasus korupsi tata kelola minyak nan sedang diusut.

Febrie mengatakan masyarakat juga tidak perlu cemas membeli produk Pertamina. Kejagung, kata dia, telah berkoordinasi dengan Pertamina untuk memastikan produk nan beredar saat ini sudah sesuai standar.

"Jangan cemas untuk pembelian produk di Pertamina, lantaran kita juga koordinasi ke Pertamina dan ini sudah dilakukan oleh Pertamina untuk memastikan, menguji produk pertamax dan produk-produk lain nan menjadi konsumsi masyarakat itu sudah memenuhi standar," kata Febrie usai rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, Rabu (5/3).

Ia mengatakan kelangsungan upaya Pertamina kudu tetap dijaga. Apalagi, menjelang masa mudik nan memerlukan kesiapan BBM cukup besar.

"Ini Pertamina menjadi kebanggaan kita semua, sehingga kita tetap kudu menjaga gimana Pertamina ini bisnisnya bisa berjalan lebih baik dan ini juga menjelang hari raya, arus mudik, tentunya kelak menggunakan kebutuhan nan cukup besar," kata dia.

"Maka kami pastikan, kami sudah meminta untuk Pertamina dan secara terbuka untuk menguji produknya dan saya dengar itu sudah dilakukan. Kepada masyarakat kami imbau jangan tinggalkan Pertamina," imbuh Febrie.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka nan terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya ialah Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya ialah kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.

Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

PT Pertamina (Persero) sebelumnya telah membantah Pertamax merupakan BBM hasil oplosan.

Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan Pertamax tetap sesuai standar, ialah RON 92, dan memenuhi semua parameter kualitas bahan bakar nan telah ditetapkan Ditjen Migas.

Fadjar menyebut Kementerian ESDM juga terus mengawasi mutu BBM dengan langkah melakukan uji sampel BBM dari beragam SPBU secara periodik.

Ia menerangkan ada perbedaan signifikan antara oplosan dengan blending BBM. Oplosan adalah istilah pencampuran nan tidak sesuai dengan aturan, sedangkan blending merupakan praktik umum (common practice) dalam proses produksi bahan bakar.

"Blending dimaksud adalah proses pencampuran bahan bakar alias dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan alias RON tertentu dan parameter kualitas lainnya," imbuhnya.

Fadjar mencontohkan Pertalite nan merupakan campuran komponen bahan bakar RON 92 alias nan lebih tinggi dengan bahan bakar RON nan lebih rendah sehingga dicapai bahan bakar RON 90.

Dengan demikian, Fadjar mengimbau masyarakat tidak perlu cemas mengenai mutu BBM Pertamina

"Kualitas Pertamax sudah sesuai dengan spesifikasinya, ialah dengan standar oktan 92," ujar Fadjar dalam keterangan tertulis.

(gil/yoa)

[Gambas:Video CNN]