INDUSTRI

PMI Manufaktur RI Berada di Zona Merah, Pemerintah Sebut Cuma Shock Bulanan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tidak terlalu khawatir dengan terus terkontraksinya angka indeks aktivitas manufaktur Indonesia atau Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur. Data PMI yang dirilis oleh S&P Global hari ini menunjukkan bahwa PMI manufaktur Indonesia turun ke 49,2 pada bulan September 2024. Meskipun telah mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut, yaitu Juli (49,3), Agustus (48,9), dan September (49,2), Menteri Airlangga mengatakan bahwa ini adalah hal yang biasa dan bahwa pemerintah tetap optimis dalam jangka waktu 3-6 bulan ke depan.

Airlangga menyatakan bahwa pemerintah akan memberikan stimulus untuk mendukung kepercayaan pelaku industri manufaktur agar tetap optimis. Stimulus ini direncanakan akan dirilis setelah tanggal 20 Oktober 2024, setelah Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden RI. Kontraksi PMI Manufaktur selama tiga bulan berturut-turut pada Juli-September 2024 juga menjadi catatan buruk bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang lengser pada tanggal 20 Oktober mendatang.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di mana di atas 50 berarti fase ekspansi dan di bawah 50 berarti kontraksi. S&P menjelaskan bahwa kontraksi dalam manufaktur Indonesia disebabkan oleh penurunan permintaan, yang menyebabkan peningkatan stok barang di gudang. Perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian sebagai respons terhadap melemahnya permintaan pasar.

Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, Paul Smith, menyatakan bahwa kontraksi PMI Manufaktur Indonesia disebabkan oleh lesunya permintaan dari luar negeri akibat lesunya perekonomian global. Permintaan manufaktur global yang lesu telah mempengaruhi penjualan luar negeri, dengan permintaan baru dalam ekspor bahkan turun selama tujuh bulan berturut-turut.

“Performa sektor manufaktur Indonesia yang kurang memuaskan terkait erat dengan kondisi makroekonomi global yang umumnya lesu. Perusahaan merespons dengan mengurangi aktivitas pembelian dan lebih memilih untuk memanfaatkan persediaan serta menjaga biaya dan efisiensi operasional,” ujar Paul dalam website resmi mereka.

Meskipun kondisi ini menunjukkan tantangan bagi sektor manufaktur Indonesia, pemerintah tetap optimis dan siap memberikan stimulus untuk mendukung industri manufaktur dalam menghadapi situasi ini. Dengan harapan bahwa dalam jangka waktu 3-6 bulan ke depan, kondisi ekonomi akan membaik dan aktivitas manufaktur dapat kembali pulih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *