Indonesia Integrasikan Produksi Bioenergi dan CCS untuk Kurangi Emisi Karbon
Indonesia telah memulai langkah inovatif dengan mengintegrasikan produksi bioenergi dengan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengendalikan perubahan iklim. Ristianto Pribadi, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan, menjelaskan bahwa inovasi Bioenergy with Carbon Capture and Storage (BECCS) merupakan solusi untuk menangkap dan menyimpan emisi karbon yang dihasilkan dari produksi bioenergi.
Dalam sebuah diskusi panel bertajuk Harmonizing the Power of Nature and Tech: Forest Management Meets BECCS in Climate Action di Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Ristianto menyatakan bahwa dengan BECCS, Indonesia menciptakan proses karbon negatif untuk menghasilkan energi sambil mengurangi emisi karbondioksida. Integrasi pengelolaan hutan lestari, bioenergi, dan BECCS merupakan pendekatan holistik dalam aksi iklim.
Ristianto juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam riset dan implementasi BECCS. PT Marubeni Indonesia siap berkolaborasi dengan PT Pertamina untuk pengembangan BECCS, dengan harapan mencapai status negatif karbon melalui penangkapan emisi biomassa sebagai energi dan penyimpanannya di sumur migas yang tidak aktif.
PT Musi Hutan Persada, anak usaha Marubeni Indonesia di Sumatera Selatan, memainkan peran penting dalam produksi kayu untuk bahan baku pulp dan bahan bakar. Proses produksi pulp di PT Tanjung Enim Lestari menjadi netral karbon karena emisi karbon terserap kembali oleh hutan tanaman. Marubeni berharap dapat mencapai negatif karbon melalui implementasi BECCS dengan menginjeksikan emisi karbon ke sumur migas yang tidak aktif.
Oki Muraza, Senior Vice President, Research & Technology Innovation Pertamina, menyatakan bahwa emisi karbon dari PT TEL akan diinjeksikan ke sumur di Limau, Sumatera Selatan, yang hanya berjarak lima kilometer dari lokasi hutan. Keunggulan Indonesia terletak pada lokasi sumur penyimpanan karbon yang dekat dengan hutan, sehingga karbon dioksida yang disimpan di bawah tanah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi migas atau diserap oleh tanaman melalui proses fotosintesis.
Dengan langkah inovatif ini, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin dalam pengembangan teknologi bersih untuk mengatasi perubahan iklim. Melalui kolaborasi antar sektor dan penerapan BECCS, Indonesia dapat menciptakan dampak positif yang signifikan dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Semoga langkah-langkah ini dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global.