INDUSTRI

Hilirisasi Nikel Terapkan ESG Agar Ciptakan Pekerjaan Hijau

Presiden Prabowo Subianto semakin gencar mendorong hilirisasi nikel dengan membentuk Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional. Satgas ini dipimpin oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang dikeluarkan pada tanggal 3 Januari. Namun, menurut studi terbaru dari Coaction Indonesia, pemerintah dan industri masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar hilirisasi nikel tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi semata.

Selain menghasilkan keuntungan ekonomi, hilirisasi nikel juga harus memperhatikan pelestarian lingkungan dan keadilan sosial. Hal ini termasuk dalam menciptakan lapangan kerja yang memberikan hak-hak yang adil kepada pekerja serta melindungi keselamatan dan kesejahteraan mereka. Dua komponen ini merupakan inti dari green jobs yang adil, berkelanjutan, dan inklusif.

Studi Koaksi Indonesia juga menemukan bahwa narasi ekosistem industri nikel di Indonesia belum sepenuhnya mendukung transisi energi bersih. Pengolahan nikel masih bergantung pada pembangkit listrik tenaga uap batu bara captive yang menghasilkan emisi gas rumah kaca tinggi. Dari 18 gigawatt pembangunan PLTU yang direncanakan pemerintah, 13 gigawatt di antaranya ditujukan untuk mendukung industri nikel.

Untuk memastikan hilirisasi nikel sejalan dengan tujuan transisi energi bersih, akuntabilitas dan transparansi data perlu ditingkatkan. Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia, Ridwan Arif, menyatakan bahwa masih banyak hal yang perlu diperbaiki agar hilirisasi nikel dapat menciptakan green jobs. Perlindungan pekerja yang lemah, dampak sosial yang belum terpenuhi, dan praktik-praktik yang merusak lingkungan masih menjadi tantangan yang harus dihadapi.

Industri pengolahan nikel harus mematuhi prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola menuju dekarbonisasi industri yang bertanggung jawab. Industri nikel yang bertanggung jawab akan memberikan dampak jangka panjang yang positif terhadap ekosistem lokal dan daya saing produk nikel Indonesia di pasar internasional.

Kolaborasi dan koordinasi multipihak antara pemerintah, industri, dan masyarakat sipil sangat penting untuk memastikan kepentingan ekonomi, perlindungan sosial, dan lingkungan dapat berjalan seiring. Deputi Direktur Industri Hijau Kementerian Perindustrian, Taufik Achmad, menekankan pentingnya dekarbonisasi dalam proses produksi smelter nikel untuk mendukung transisi energi.

Meskipun hilirisasi nikel masih didominasi oleh sektor energi, sektor manufaktur dan industri pengolahan nonmigas juga harus turut serta dalam upaya ini. Reza Rahmaditio dari WRI Indonesia menyoroti potensi penciptaan green jobs melalui smelter nikel, asalkan menggunakan energi baru terbarukan. Dengan memanfaatkan energi baru terbarukan, smelter nikel dapat menciptakan lapangan kerja di berbagai industri manufaktur yang berkaitan dengan nikel.

Dengan demikian, hilirisasi nikel harus dipandang secara holistik, tidak hanya dari segi ekonomi namun juga lingkungan dan sosial. Kolaborasi antara berbagai pihak dan implementasi teknologi hijau akan menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan green jobs yang berkelanjutan dan inklusif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *