Catatan Evaluasi Di Balik Pemungutan Suara Ulang 24 Daerah

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk --

Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan bunyi ulang (PSU) di 24 wilayah imbas dugaan pelanggaran dan pertimbangan norma nan beragam.

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay beranggapan putusan MK soal PSU menandakan ada nan salah dengan kualitas penyelenggara, baik KPU maupun Bawaslu.

"Mereka tidak ahli dan patut diduga mengenai juga dengan integritas mereka," kata Hadar saat dihubungi, Rabu (26/2).

Mantan Komisioner KPU RI ini menyebut banyak perkara nan diputus MK itu mengenai dengan persyaratan calon.

Menurutnya, perihal tersebut semestinya bisa diketahui dan paslon dinyatakan tidak memenuhi syarat saat proses pendaftaran dan penetapan calon.

"Jika KPU tidak bisa melakukannya, Bawaslu sebagai pengawas semestinya bisa mengisi kelemahan KPU ini. Fungsi pengawasan dan supervisi dalam struktur hierarki internal KPU juga terlihat tidak berjalan," katanya.

Hadar menyoroti peristiwa di Pilbup Serang. Ia mengatakan dalam pemilihan, memang tidak jarang kualitasnya diganggu dengan pejabat dan abdi negara nan menyalahgunakan jabatan, fasilitas, serta pengaruh untuk memenangkan calon paslon tertentu.

Ia mengapresiasi MK nan menggunakan wewenangnya untuk mengkoreksi penyelenggaraan penyelenggaraan pemilihan nan menyimpang jauh dari prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilihan nan demokratis.

"Bahwa dibutuhkan biaya tambahan untuk melakukan PSU, kudu kita terima sebagai akibat jika kita mau memastikan sistem kerakyatan kita melangkah dengan berkualitas," ujar dia.

KPU abai putusan MK terdahulu

Terpisah, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mengatakan PSU di beragam wilayah salah satunya merupakan akibat dari KPU nan abai terhadap putusan MK terdahulu.

MK beranggapan seseorang sudah dihitung menjabat sebagai kepala wilayah sejak secara riil dan aktual menjalankan tugas menggantikan dan bukan sejak pelantikan sebagai pejabat pengganti.

Pertimbangan demikian merujuk pada empat Putusan MK terdahulu, ialah Nomor 22/PUU-VII/2009, 67/PUU-XVIII/2020, 2/PUU-XXI/2023, dan 129/PUU-XXI/2024.

Sementara itu di PKPU, menyebut periodisasi dihitung sejak pelantikan. Masalah periodisasi ini terjadi di Pilbup Tasikmalaya dan Bengkulu Selatan nan berujung PSU.

"Di sini lah kita juga mempertanyakan posisi KPU, kenapa ada banyak pasal di PKPU nan justru berpotensi gugatan sengketa. Harusnya KPU banyak belajar dari pengalaman," kata dia.

Neni pun menyoroti peran Bawaslu selama masa tahapan pilkada berjalan nan dinilai tidak bisa menegakkan keadilan pilkada.

Ia menyayangkan perihal itu lantaran Bawaslu punya petugas hingga TPS. Ia mengaku pernah melaporkan 30 dugaan pelanggaran ke Bawaslu namun hingga sekarang tidak ada berita tindaklanjutnya.

Ke depan, dia beranggapan jika memang Bawaslu tetap dipertahankan, perlu dilakukan transformasi.

"Saya memandang penyelenggara pemilu jauh dari etika, moralitas dan keadaban. Bahkan condong jauh dari harapan," katanya.

Evaluasi penyelenggara di daerah

Hadar mengatakan sebelum penyelenggara memulai kerja untuk melaksanakan PSU, KPU RI dan Bawaslu RI perlu segera melakukan pertimbangan terhadap para penyelenggara di daerah.

KPU dan Bawaslu diminta tegas dan tidak ragu untuk merekomendasikan pemberhentian para komisioner nan diduga sebagai pihak nan telah secara sengaja mengambil tindakan nan mengakibatkan pilkada wilayah mengenai kudu diulang.

"Bawaslu kudu secara ketat mengawasi penyelenggaraan PSU," kata dia.

Sementara itu, Neni mendorong gelaran Pilbup diambil alih KPU Provinsi, khususnya di Tasikmalaya.

Ia cemas ada konflik kepentingan dalam melaksanakan PSU karena KPU Kabupaten Tasikmalaya dinilai kurang andal dalam menyelenggarakan pilkada ketika meloloskan Ade Sugianto sebagai Calon Bupati Kabupaten Tasikmalaya.

Selain itu, Neni mengaku telah bertanya ke beberapa Sekda nan daerahnya bakal menggelar PSU. Ada keluhan soal anggaran karena memang sebelumnya tidak disiapkan anggaran jika digelar PSU.

Ia mendorong wilayah nan tidak bisa menggelar PSU agar pembiayaan dibantu pemerintah pusat.

"Inilah corak kecerobohan KPU akhirnya kan rakyat nan menjadi korban. Berapa banyak kerugian negara nan kudu ditanggung. Tapi Putusan MK sudah progresif tidak bisa mentolerir beragam perihal nan merusak kerakyatan untuk mewujudkan keadilan pilkada. Maka, solusinya adalah kudu dibantu oleh pemerintah pusat," katanya.

MK telah menggelar sidang pengucapan putusan untuk 40 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah 2024, nan dilanjutkan ke tahap pembuktian, Senin (24/2).

40 perkara itu mencakup 3 perkara Pemilihan Gubernur (Pilgub), 3 perkara Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot), dan 34 perkara Pemilihan Bupati (Pilbup).

Dari 40 perkara itu, 24 di antaranya MK memerintahkan untuk dilakukan pemungutan bunyi ulang (PSU) dengan pertimbangan norma nan berbeda-beda.

Di Pilwalkot Banjarbaru contohnya, MK memerintahkan KPU setempat menggelar PSU dengan menghadirkan kolom kosong.

MK menyatakan Pilwalkot Banjarbaru melanggar konstitusi lantaran dalam praktiknya, gambar pasangan calon nomor urut 2 terpampang dalam kertas bunyi dan pemilih nan mencoblosnya ditetapkan sebagai bunyi tidak sah.

Di Pilbup Tasiklamalaya, MK menyatakan Cabup nomor urut 3, Ade Sugianto didiskualifikasi sebagai peserta Pilkada serentak 2024 lantaran sudah
menjabat dua periode pemerintahan. PSU diminta tanpa mengikutsertakan Ade.

Sementara di Pilbup Serang, MK menemukan bukti dan kebenaran nan menunjukkan cawe-cawe Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto dalam pemenangan pasangan Ratu Rachmatuzakiyah-Muhammad Najib. Ratu adalah istri Yandri. MK pun memerintahkan digelar PSU di seluruh TPS.

PSU di semua TPS juga diperintahkan digelar di Pilgub Papua, Pilbup Pesawaran, Pilbup Pasaman dan beberapa pilkada lainnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sudah buka bunyi soal putusan MK nan memerintahkan PSU ini.

"Secara prinsip, KPU segera menindaklanjuti Putusan MK. Paska pembacaan putusan, KPU sedang mengkaji, baik dari sisi norma dan teknis penyelenggaraan, serta akibat anggarannya," Komisioner KPU RI August Mellaz kepada wartawan, Selasa (25/2).

Ia menjelaskan koordinasi dan supervisi juga sedang dilakukan oleh KPU RI ke jejeran di provinsi dan kabupaten /kota dalam rangka tindak lanjut Putusan MK.

"Setelah kajian kebijakan dan teknis penyelenggaraan tersebut selesai, maka koordinasi lebih lanjut juga dilakukan dengan Kemendagri," ujarnya.

(gil/yoa)

[Gambas:Video CNN]